Nasir Djamil: Aparat Penegak Hukum Yang Harus Diperbaiki
Artinya penegakan hukum yang obyektif dan berkeadilan yang transparan
dan akuntabel itu belum dirasakan semuanya oleh rakyat terutama
masyarakat menengah kebawah. Itulah makanya muncul anggapan-anggapan
sinis, kalau penegakan hukum di Indonesia itu dirasakan rakyat hanya
tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Hal ini sangat
memprihatinkan. Rakyat Indonesia sangat merindukan penegakaan hukum
yang adil dan seimbang tanpa mengenal status.
Hal ini diungkapkan anggota MPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) Nasir Djamil sebagai salah satu narasumber utama dalam rekaman/taping program acara dialog 4 pilar ‘Coffe Break’ TV One, di Lobby Epicentrum Walk, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/6).
“Kalau kita mau jujur, masyarakat sebenarnya melihat eksistensi
negara itu dari penegakan hukum yang diterapkan. Semakin bagus
penegakkan hukum, maka semakin eksislah negara tersebut di mata
masyarakat. Sebaliknya semakin rendah kualitas penegakan hukum, maka
semakin rendah pula eksistensi negara di mata masyarakat,” ujarnya.
Penegakan hukum, lanjut Nasir, tidak dapat ditawar lagi harus
seimbang. Siapapun dia harus sama di mata hukum. Mata hukum seharusnya
tidak mengenal profesi dan status.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR
RI Deding Ishak dengan tegas mengatakan bahwa banyak penerapan
penegakkan hukum di Indonesia sangat sarat dengan diskriminasi,
manipulatif dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Faktanya, lihat saja ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak
oknum pejabat yang tersangkut masalah hukum terutama korupsi, karena dia
memiliki uang dan kekuasaan dan memiliki akses ke hukum, proses
hukumnya sangat lambat. Kalaupun diproses hasilnya belum mencerminkan
rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.
Agar penegakkan hukum di Indonesia berkualitas baik dan mencerminkan
rasa keadilan masyarakat, Nasir dan Deding sepakat bahwa kuncinya ada di
masalah integritas, etika juga keteladanan para aparat penegakan hukum.
“Yang harus diperbaiki adalah aparat penegak hukumnya bukan
sistemnya. Kalau sistem hukumnya baik dan berkualitas, tapi aparat
penegak hukumnya ‘jelek’ dalam artian tidak akuntabel, koruptif,
manipulatif, intinya integritas moralnya sangat jelek, maka sistem hukum
sebaik apapun akan sangat mudah dirubah-rubah, direkayasa seenaknya
menurut kepentingannya. Sebaliknya, kalau aparat penegak hukumnya
integritas moralnya sangat baik, akuntabel, jujur, amanah, maka sistem
yang jelek sekalipun akan diperbaiki hingga sempurna,” tandas Nasir.
0 comments
Write Down Your Responses