Komisi I Desak Pemerintah Selesaikan Permasalahan di Papua




Komisi I telah melakukan kunjungan ke Papua guna berdialog dengan elemen masyarakat dan Pemerintah Daerah Papua. “Komisi I mendesak Pemerintah untuk membuat formula dalam upaya menyelesaikan permasalahan kekerasan di Papua,” kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq, di Ruang Komisi I DPR RI, Senin (11/6).
Pada kesempatan itu, Komisi I telah berdialog dengan berbagai elemen masyarakat yang terdiri dari unsur gereja, ormas muslim, akademisi, LSM, komnas HAM Papua dan kalangan aktivis perempuan. Tim juga telah berdialog dengan BIN di Papua, Pangdam Cendrawasih, Polda Papua, dan juga melakukan peninjauan lapangan ke tempat-tempat terjadinya aksi kekerasan. Tim juga telah berdialog dengan pejabat gubernur Papua, ketua DPRP, ketua MRP, KPU Prov Papua dan UP4B.
Menurut Mahfudz hasil kunjungan ke papua, Yang pertama ada pengakuan terjadi peningkatan eskalasi kasus-kasus kekerasan bersenjata yang sudah sangat meresahkan masyarakat, dan pihak kepolisian juga mengakui dalam dua bulan ada 21 kasus kekerasan dengan 13 korban tewas, bahkan setelah kunjungan komisi I ke papua ada 1 lagi korban, jadi 14 korban.
Yang kedua, lanjutnya, ada penjelasan dari pihak kepolisian setempat bahwa mereka (Kepolisian) memang lamban di dalam penanganan ini karena ada beberapa sebab, “satu, mereka tidak ingin tergiring untuk melakukan tindakan represif yang kemudian akan terjadi reaksi balik dari kelompok-kelompok masyarakat tertentu di sana. Kedua mereka memang menjadi sangat ragu-ragu kalau tindakan represif itu dikelola, opininya menjadi isu-isu pelanggaran HAM,” kata Mahfudz.
Selanjutnya, Mahfud, mengungkapkan aspirasi dari masyarakat yang ditemui komisi I, bahwa mereka menginginkan pihak Kepolisian mengungkap dengan cepat, tegas, dan proses hukum siapapun yang menjadi pelaku, karena ini sudah meresahkan mereka.
Kesimpulan lain yang diambil dari kejadian ini, paparnyakarena polanya acak dan korbannya acak, ini merupakan pengkondisian agar terjadi kecemasan dan ketakutan massa menjelang ada dua momentum yaitu 1 juli ulang tahun OPM, tanggal 3 juli akan ada rencana kunjungan Presiden SBY ke Papua dalam acara Jambere Nasional di Raimuna yang juga dihadiri oleh utusan luar negeri. “Ini merupakan sesuatu yang di desain untuk memicu atau memancing reaksi dunia internasional,” ungkapnya.
Mahfudz menjelaskan, fakta temuan, bahwa kasus penembakan ini dilakukan dari jarak dekat dengan senjata laras pendek, berbeda dengan penembakan di Freeport yang dilakukan dari jarak jauh dengan senjata laras panjang. Sehingga kasus terakhir ini membuka ruang spekulasi yang lebih luas siapa actor pelakunya, bisa saja dari kelompok sipil bersenjata, atau seperti yang disampaikan pihak kepolisian dilakukan oleh kelompok sipil yang membangun kantong-kantong komunitas di pesisir jayapura.
Dia menambahkan, ada perubahan di dalam konfigurasi sosio demografis di pesisir, dimana banyak warga pegunungan yang sekarang turun ke pesisir dan ke kota-kota. Hal ini akan menumbuhkan masalah sosial, ekonomi dan kerawanan. “Ini situasi yang semakin sulit, sehingga Komisi I menginginkan Pemerintah harus punya suatu formula yang lebih tepat, dengan menghindari pendekatan keamanan. Karena begitu pendekatan keamanan diperkuat, Ini justru yang mereka tunggu akan terjadi reaksi balik, terjadi kekerasan massif dan ini akan lebih sulit,” katanya.
Ketika berdialog dengan kelompok masyarakat, mereka menyatakan isu pembangunan dan isu kesejahteraan bukan lagi tema pokok. Bahkan yang menarik dan membingungkan bagi Mahfudz, ketika 9 bulan lalu UP4B mulai bekerja di Papua, ada penolakan terhadap UP4B, “karena menurut mereka percuma akan diaselesarasi pembangunan, seperti nyatanya Otsus belum bisa memberikan pembangunan yang diinginkan mereka,”imbuhnya.
Lebih lanjut, Mahfudz mengatakan, mereka sepakat adanya dialog antara Jakarta dengan papua, sedangkan Pemerintah menawarkan konsep dialog tentang Papua. menurutnya keduanya dapat disingkronisasi, artinya dialog awal semua pihak duduk bersama bicara tentang papua mengenai cara pandang yang sama tentang Papua, Dan Pemerintah Pusat harus mempunyai formula untuk dialog selanjutnya, dan masyarakat papua diberi ruang untuk mereka mengkonsilidasi gagasan.
Dia mendukung pandangan Presiden SBY dan pernyataan menkopolhukam, ingin membangun Papua dengan Damai. “Tidak ada jalan hanya dengan Dialog, karena pendekatan keamanan justru ditunggu oleh mereka kelompok-kelompok garis keras untuk kemudian dibalikan menjadi suatu kekacauan yang lebih besar,” tegas Mahfudz.
Keterlibatan Asing
            Wakil Ketua Komisi I TB.Hasanuddin mengatakan kasus kekerasan di Papua, ada keterlibatan pihak asing. "Saya tidak akan sebutkan namanya. Jadi pelakunya asing, dan asli daerah yang dibina," kata TB Hasanuddin kepada wartawan baru-baru ini.
Politikus PDI Perjuangan itu enggan menjelaskan siapa pihak asing yang dimaksud. Ia mengatakan perlu konsep dan perencanaan yang jelas untuk menangani masalah ini. TB Hasanuddin menuturkan masalah pokok di Papua adalah terkait Hak Asasi Manusia akibat adanya tindakan represif, selain itu ada upaya membawa kasus kekerasan di Papua ke dunia internasional.
Menurut TB, kasus di Papua tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah, Kapolda dan Pangdam setempat. Harus ada operasi besar tingkat nasional dan internasional. "Operasi dan rencana operasi sebenarnya bisa diketahui. Tinggal mau atau tidak," kata TB Hasanuddin. (as)foto:wy/parle

sumber : http://www.dpr.go.id

0 comments

Write Down Your Responses

Diberdayakan oleh Blogger.